(Bagian 1)
Menjadi aktivis dakwah adalah pilihan. Tidak semua manusia layak menyandangn predikat aktivis dakwah. Sebab ketika diminta berdakwah, belum tentu mereka mampu memikul tanggung jawab ini. Sebab mereka sadar pekerjaan dakwah adalah beban berat.
Tapi setiap pilihan menyisakan sebuah resiko. Baik atau buruk, tergantung bagaimana paradigm kita. Allah tegas menyatakan balasan menjadi aktivis dakwah. Siapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya (QS 47 : 7).
Terlebih predikat aktivis dakwah sekolah. Sebuah masa pembelajaran menyebarkan dakwah kepada sesama pelajar atau guru. Banyak tantangan menghampiri sehingga menuntut setiap pribadi mampu menuntaskannya.
Al – Qur’an menjelaskan masa pelajar adalah tahapan kuat diantara dua tahapan lemah, lemah karena masih anak – anak dan lemah karena tua renta (QS Ar Rum : 54). Sebuah keunikan yang diberikan Allah kepada pemuda khususnya pelajar. Dapat dikatakan masa pelajar adalah sarana melatih diri mengembakan potensi intelektual dan sarana membersihkan diri dari lumpur kemaksiatan. Sebab pemuda adalah calon pemimpin masa mendatang.
Kisah pemuda Kahfi menerangkan mentalitas pelajar (pemuda) Islam. Allah berfirman “ Sesungguhnya mereka adalah pemuda yang beriman kepada Rabb-Nya dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka”. (QS Al Kahfi : 13). Mentalitas mengadakan perubahan, semangat rela berkorban dan pertolongan Allah menyelamatkan keimanan dan dakwah mereka.
Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa dakwah pelajar berperan strategis. Pertama, dasar dakwah Islam adalah fitrah seorang muslim. Panggilan dakwah adalah kewajiban setiap muslim termasuk pelajar. Perkataan terbaik adalah menyeru kepada Allah , mengerjakan amal saleh dan menyerahkan diri kepada Allah.
Kita semua tahu, kondisi pemuda sekarang. Banyak disibukkan pembentukan karakter destruktif secara moral dan intelektual. Kegiatan duniawi sangat dominan, sehingga melahirkan perkataan “masa muda adalah masa berfoya – foya, lalu menikmati masa tua dan masuk syurga”. Berbagai projek keburukan membentang mulai dari pornografi, kekerasan di sekolah, pelarangan pemakaian jilbab dan isu tuduhan ekstrakurikuler ke-Islaman sebagai sarang terorisme.
Semua membutuhkan penegasan “dakwah mengajarkan kebaikan, tidak melahirkan keburukan”. Jika ada keburukan, bukan salah dakwah melainkan pelaku dakwah itu sendiri.
Kedua, pemuda kuat secara jasmani. Pemuda Thalut dipilih Allah karena kuat jasmani dan memiliki wawasan luas. Keluasan cakrawala pengetahuan melahirkan sikap bijaksana. Ketika perjalanan perang melawan Jalut, pasukan Thalut menyeberangi sungai. Thalut meminta pasukan tidak meminum air sungai, tapi hanya segelintir pemuda mentaati perintahnya. Akhirnya Allah menakdirkan jumlah pemuda sedikit itu menang pertempuran. Dan memunculkan anak muda pilihan bernama Daud (QS Al Baqarah 249 – 251).
Ketiga pemuda khususnya usia pelajar memiliki kematangan rohani. Pelajar adalah kelompok manusia muda energik, penuh idealisme dan memiliki kebersihan rohani. Kebersihan hati merupakan fondasi fundamental pembentukan karakteristik keimanan. Belum ada tanggung jawab politik dan beban sejarah. Momentum ini adalah potensi emas untuk diarahkan sesuai kebaikan sehingga melahirkan kebencian terhadap keburukan.
Kisah keimanan Ibrahim merupakan teladan terbaik. Dalam pencarian Tuhan, Ibrahim menemukan berbagai fenomena alam. Akalnya bekerja sehingga menimbulkan kesadaran siapa Tuhan yang sebenarnya. Ketika sudah meyakini Tuhan itu Allah, beliau beriman dan membenci berhala.
Puncak keimanan terjadi ketika beliau berdialog dengan kaumnya. Sebuah dialog logis dan rasional tentang ketuhanan. Semua berujung sikap berani menghancurkan berhala. Beliau yakin, berhala adalah ciptaan Allah. Jadi bukan Tuhan.
Jakarta, 10 Oktober 2010
MERENUNGKAN KEMBALI MAKNA AKTIVIS KAPMI
Diposting oleh KAPMI Daerah Jakarta Selatan | 18.00 | ads, artikel, buku | 0 komentar »
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar
Posting Komentar